Sabtu, 24 Oktober 2009

MENATAP KOTA BIMA SEBAGAI KOTA AGROPOLITAN


Kota Bima memiliki luas wilayah 222,25 km2 dengan lahan persawahan 1.898 hektar, meliputi sawah irigasi 1.718 hektar dan sawah tadah hujan 180 hektar. Lahan irigasi ini dimanfaatkan untuk menanam padi, jagung, kedelai dan kacang-kacangan.
Sementara itu, terdapat lahan kering berupa ladang dan tegalan seluas 4.760 hektar dan kebun seluas 996 hektar, yang sangat cocok untuk budidaya tanaman keras, seperti sawo, mangga, jambu mete, srikaya atau groso, dan pisang.

Padi masih merupakan bahan pangan utama masyarakat Kota Bima. Lahan tanam padi terdapat di hampir seluruh kawasan pertanian Kota Bima, seperti Lampe, Dodu, Kendo, Ntobo, Rabadompu, dan Penanae.
Panen padi di Kota Bima menuai hasil yang menggembirakan. Panen raya yang diadakan di Kendo, Rabangodu, dan Ntobo sanggup menghasilkan 15 hingga 20 ton gabah per hektar. Padi yang dipanen adalah padi varietas lokal yang baru diuji coba, dan telah diberi nama paten padi srikot, sebagai varietas asli Kota Bima. Padi ini memiliki keunggulan dibandingkan varietas padi biasa. Selain pertumbuhannya cepat, jumlah bulirnya lebih banyak dengan masa panen kurang dari 100 hari. Untuk penyemaian bibit hanya membutuhkan waktu 12 hari. Panen padi di Kelurahan Kendo, dihadiri langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan, Dra. Muttia Hatta. Rata-rata peningkatan produksi padi setiap tahun sebesar 4%, jagung sebesar 106%, dan kedelai sebesar 26%.
Kota Bima terdiri dari kawasan pantai alam perbukitan yang bertopografi gelombang dengan jenis tanah gromusol hingga lempung berpasir dan laterit, yang merupakan kondisi ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman sawo. Wilayah pengembangan sawo Kota Bima pada saat ini seluas 12.765 ha. Keberadaan sawo varietas asli Kota Bima merupakan suatu kebanggaan, dimana varietas tersebut sudah dipatenkan secara nasional dengan nama sawo Landa Mbou, yang saat ini bibitnya sudah didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia karena keunggulannya.
Lahan pertanian bawang di Kota Bima terdapat di Kelurahan Kolo dan kawasan So Ule.
Di kedua kawasan tersebut terdapat areal demplot yang ditanami bawang dengan penerapan teknologi penggunaan bibit dari benih/biji yang disemaikan, yang selama ini hanya menggunakan bibit dari umbi, dengan hasil panen mencapai 20-30 ton/ha, dengan harga pasaran Rp. 30.000,- per kilogram.
Beberapa waktu yang lalu saat melakukan kunjungan kerja ke Kota Bima, bapak Gubernur sudah menyaksikan dan langsung mengawali panen.
Potensi lain yang dimiliki Kota Bima adalah potensi kelautan, yang berupa hasil ikan, rumput laut, dan budidaya mutiara. Hasil ikan di perairan teluk Bima antara lain bandeng, udang windu, keramba apung, lobster, kerapu, kepiting, serta rumput laut.
Pemerintah Kota Bima, dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan, telah merancang dan menjalankan berbagai program untuk mengembangkan potensi kelautan yang ada, antara lain dengan pembangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang berlokasi di Kelurahan Tanjung, serta pengembangan budidaya mutiara. Mutiara produksi Bima telah merambah ke daerah pasaran di luar Pulau Sumbawa, bahkan ke pasaran luar negeri, baik dalam bentuk mutiara butiran maupun yang telah dibentuk menjadi perhiasan.
Potensi sumberdaya perikanan Kota Bima merupakan salah satu sektor andalan yang mempunyai kontribusi signifikan bagi pertumbuhan perekonomian dan pembangunan. Potensi perikanan di Kota Bima meliputi perikanan air tawar, perikanan laut (meliputi penangkapan ikan di laut dan budidaya laut) dan kegiatan budidaya air payau.
Kegiatan penangkapan ikan di laut masih merupakan kegiatan yang dominan di Kota Bima dengan tingkat produksi pada tahun 2006 sebesar 1.771,8 ton per tahun, meningkat sebesar 68,20% dibandingkan produksi tahun 2005 sebesar 1.053,40 ton. Hal ini disebabkan sebagian besar masyarakat pesisir menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan tangkap, khususnyadi wilayah Kecamatan Rasanae Barat dan Kecamatan Asakota.
Peningkatan pembangunan peternakan di Kota Bima dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, diantaranya : populasi ternak sebesar 5-9%, produksi daging sebesar 11%, produksi telur sebesar 5%, dan ternak yang diekspor sebesar 2-5%. Disamping itu telah dibangun beberapa sarana dan prasarana penunjang pembangunan peternakan seperti pengadaan obat-obatan dan vaksin, rehabilitasi rumah potong hewan (RPH) dan rumah potong unggas (RPU) serta pasar daging yang memenuhi standar, pembangunan Poskeswan, pembangunan pos Inseminasi Buatan (IB) dan beberapa kegiatan peningkatan SDM petugas maupun peternak.
Beberapa waktu yag lalu, Pemkot Bima melalui Distanak telah melakukan proses bedah cesar pada sapi IB dengan mendatangkan dokter hewan ahli, Heru Rahmadi, dari Kabupaten Lombok Timur.
Peringatan Hari Pangan Sedunia tahun ini kita jadikan momentum untuk menyamakan persepsi “Menatap Kota Bima Sebagai Kota Agropolitan” dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat dan stake holder yang ada di Nusa Tenggara Barat, dan Kota Bima pada khususnya, dalam rangka menjamin situasi ketahanan pangan di daerah.

Baca Selengkapnya...

INSTRUKSI WALIKOTA TENTANG PENEGAKAN DISIPLIN PNS


Menyikapi kurangnya penegakan disiplin di kalangan Pegawai Negeri Sipil lingkungan Pemerintah Kota Bima, Walikota menerbitkan Instruksi Walikota Nomor 2 Tahun 2008 tentang Apel Pagi/Siang Bagi Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kota Bima, yang disahkan pada tanggal 21 Maret 2008.

Menindaklanjuti Instruksi tersebut, pada tanggal 3 Juli 2008 di aula Setda Kota Bima digelar rapat koordinasi pembahasan penegakan disiplin di kalangan PNS yang dihadiri oleh seluruh pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Dalam rapat, bertindak selaku Pengarah adalah Sekda Kota Bima, Asisten I, Asisten II, dan Asisten III.
Dalam arahannya, Sekda menyampaikan, Rakor tersebut merupakan kelanjutan dari rakor mengenai hal yang sama yang dilaksanakan di ruang rapat Walikota yang berlangsung beberapa hari setelah pelaksanaan Pilkada Kota Bima tanggal 19 Mei 2008 lalu.
Dalam keempatan tersebut, Sekda sekaligus mensosialisasikan Instruksi Walikota. Instruksi tersebut ditujukan kepada:
1. Sekda selaku Pengarah, dan
2. Kepala Dinas, Kantor, Badan, Bagian, serta seluruh Unit Kerja yang ada di lingkungan Pemerintah Kota Bima;
untuk mengadakan pembinaan dan pengawasan terhadap PNS untuk menaati ketentuan mengikuti apel pagi/siang dan mengisi Daftar Hadir.
Sanksi yang ditetapkan bagi para pegawai yang melanggar disiplin adalah sebagai berikut:
1. Teguran lisan, untuk pegawai yang tidak mengikuti apel pagi/siang Tanpa Keterangan (TK) sebanyak 2 sampai 5 kali dalam 1 bulan;
2. Teguran tertulis, untuk pegawai yang tidak mengikuti apel pagi/siang Tanpa Keterangan (TK) sebanyak 6 sampai 10 kali dalam 1 bulan;
3. Pernyataan tidak puas, untuk pegawai yang tidak mengikuti apel pagi/siang Tanpa Keterangan (TK) sebanyak 11 sampai 15 kali dalam 1 bulan;
4. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 3 bulan, untuk pegawai yang tidak mengikuti apel pagi/siang Tanpa Keterangan (TK) sebanyak 16 sampai 20 kali dalam 1 bulan;
5. Penurunan gaji sebesar 1 kali kenaikan gaji berkala selama 3 bulan, untuk pegawai yang tidak mengikuti apel pagi/siang Tanpa Keterangan (TK) sebanyak 21 sampai 25 kali dalam 1 tahun;
6. Penundaan kenaikan gaji berkala selama 6 bulan, untuk pegawai yang tidak mengikuti apel pagi/siang Tanpa Keterangan (TK) lebih dari 40 kali dalam 1 tahun;
7. Tidak dibayarkan gaji pada bulan ketiga, untuk pegawai yang meninggalkan tugas Tanpa Keterangan selama 2 bulan berturut-turut; dan
8. Diusulkan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat, untuk pegawai yang meninggalkan tugas Tanpa Keterangan selama 6 bulan berturut-turut.
Pemberian sanksi ini akan dijadikan bahan pertimbangan dalam pembuatan DP3 dan akan mempengaruhi penilaian. Bagi pegawai yang sakit, berlaku ketentuan sesuai PP Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil.
Dalam pelaksanaan operasi ketertiban, yang bertindak selaku pelaksana harian adalah Asisten I, Asisten II, Asisten III, BKD, Bawasda, dan Kesbanglinmas. Sementara yang bertindak selaku Pengarah adalah Sekda.

Baca Selengkapnya...

Jumat, 23 Oktober 2009

PEMBANGUNAN KANTOR WALIKOTA BIMA


Kota Bima yang awalnya merupakan kota administrasi Bima, terbentuk pada tanggal 10 April 2002 melalui Undang-Undang tentang Pembentukan Kota Bima Nomor 13 Tahun 2002. Hingga saat ini, Kota Bima telah dipimpin oleh empat putra terbaik, yaitu Drs. H. Muhtar yang memimpin Kota Administratif Bima, H. Muhdar Arsyad yang memimpin Kota Madya Bima, M. Nur, SH., sebagai pejabat pelaksana tugas Walikota Bima, dan M. Nur A. Latif sebagai Walikota hingga tahun 2013 nanti

Sekretariat Daerah Kota Bima beralamat di jalan Soekarno – Hatta, di sebuah bangunan tua bersejarah peninggalan Belanda, yang sebelumnya merupakan kantor Bupati Bima. Awalnya, seiring dengan semangat sebuah pemerintahan yang baru terbentuk, kantor ini dirasa cukup memadai untuk berbagai kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Dengan berlalunya waktu, terjadi peningkatan volume struktural dan kinerja Pemerintah Kota Bima. Kantor yang tengah digunakan sekarang menjadi tidak akomodatif lagi. Jumlah karyawan yang terus bertambah dari tahun ke tahun sudah tidak tertampung lagi. Kondisi bangunan juga sudah mulai lapuk termakan usia dan berbagai bencana alam, seperti banjir maupun gempa bumi, turut menjadi penyebab kerusakan. Sebagai langkah jangka pendek untuk menyiasati hal tersebut, Walikota mengambil kebijakan untuk membangun beberapa lokal baru di lokasi yang sama. Hal ini tidak serta merta menyelesaikan masalah, karena adanya ruangan-ruangan baru tersebut mengakibatkan berkurangnya lahan terbuka dan area parkiran. Kebutuhan akan fasilitas-fasilitas penunjang juga belum dapat terpenuhi secara optimal, misalnya fasilitas tempat ibadah, tempat olahraga, kantin, press room, ruang rapat, ruang tamu, ataupun fasilitas MCK. Dari segi estetika juga kurang menarik karena penempatan ruangan-ruangan tersebut terkesan tumpang tindih di antara ruangan-ruangan lama. Ini dikarenakan Pemerintah Kota Bima tidak ingin menebang pohon-pohon tua yang telah menjadi bagian dari arsitektur bangunan bersejarah tersebut. Menimbang berbagai kondisi yang ada, keberadaan bangunan kantor yang representatif dan akomodatif menjadi kebutuhan yang kian hari dirasa kian urgen, karena selain menjadi simbol kewibawaan pemerintah, juga dapat menjadi sumber inspirasi dalam mengoptimalkan kinerja bagi pegawai dan staf Pemerintah Kota Bima. Maka sejak tahun 2003, atau sejak enam tahun lalu, rencana pembangunan kantor baru mulai dicetuskan. Berbagai pertemuan atau rapat digelar oleh jajaran Pemkot Bima untuk menentukan langkah-langkah yang perlu diambil. Langkah pertama adalah menentukan lokasi, dan kemudian dicapai keputusan, kantor baru akan dibangun di lahan yang berada di sebelah timur bangunan kantor Bupati Bima sekarang. Untuk membuat desain bangunan, Walikota menggunakan jasa arsitek profesional. Setelah lokasinya sudah dipastikan, yang harus dilakukan selanjutnya adalah pembebasan lahan yang dimulai dengan proses negosiasi besaran ganti rugi dengan para pemilik tanah. Proses pembebasan lahan sendiri tidak selalu berlangsung mulus. Pengosongan rumah yang berlokasi di tempat pembangunan kantor walikota yang baru diwarnai demonstrasi oleh kelompok mahasiswa yang mengaku keluarga dari Akbaru Rijal selaku penguasa atas rumah tersebut. Padahal, sebelum dilakukan pengosongan rumah tersebut, Pemerintah Kota Bima sudah menempuh jalan negosiasi dengan Akbaru Rijal dengan kesepakatan pemberian tali asih atau ganti rugi. Namun pada saat pembongkaran rumah, pihak Pemkot Bima mendapat perlawanan, dimana sejak beberapa hari sebelum pembongkaran, kelompok mahasiswa tersebut telah menempati rumah itu. Mereka beralasan bahwa pembongkaran yang dilakukan oleh aparat Pol PP tidak sesuai prosedur dan tidak melewati mekanisme hukum. Menyikapi hal tersebut, Pemkot bima mengumpulkan seluruh jajaran Muspida dan melakukan rapat singkat. Akhirnya diputuskan aparat keamanan dari Kepolisian dan TNI disiagakan di belakang Pol PP demi kelancaran pembongkaran rumah. Setelah ada tim keamanan dari Polisi dan TNI, kelompok mahasiswa itupun mundur sehingga pembongkaran itu dapat dilaksanakan. Berikutnya adalah tahap pengurukan. Swakelola proyek pengerjaan pengurukan tanah menelan anggaran lebih dari satu milyar. Hal ini juga sempat mendapat sorotan dari berbagai pihak, mulai dari Ketua Gapensi Cabang Bima, hingga beberapa suara dari DPRD Kota Bima. Namun semua anggapan miring itu dapat terjawab dengan penjelasan dari Kadis PU Kota Bima, Ir. Muhammad Rum, bahwa kebijakan swakelola dibenarkan dalam Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Dalam ketentuan tersebut tidak ada batas nilai proyek, semuanya bergantung pada kebijakan pemerintah serta kebutuhan dan kondisi lapangan. Secara teknis, dapat dijelaskan bahwa kegiatan penimbunan tersebut menelan biaya yang cukup besar karena kondisi lahan yang tidak stabil, tidak terukur, dan memiliki debit air sangat banyak. Kebutuhan kubikasi penimbunan memang besar, karena sebagian lahan tersebut adalah areal persawahan. Selanjutnya menentukan pelaksana kegiatan pembangunan kantor. Untuk ini dilakukan lelang secara terbuka, yang diikuti oleh lima rekanan yang kesemuanya berasal dari luar Bima, yaitu tiga rekanan dari Surabaya, satu dari Malang, dan satu dari Mataram. Proses pelelangan terlaksana sesuai dengan Kepres Nomor 80, dengan dipublikasikan melalui surat kabar Media Indonesia tertanggal 26 November tahun 2007, dan dimenangkan oleh PT. Jaya Etika Teknik. Sesuai dengan kontrak, PT yang memenangkan tender akan mulai melakukan proses pembangunan, mulai dari pengerukan, pada tanggal 19 Desember 2007. Berdasarkan hasil verifikasi Panitia Lelang, PT. Jaya Etika Teknik diputuskan sebagai pemenangnya dengan nilai penawaran sebesar Rp. 4,794 Miliar, sesuai dengan pagu dana dalam APBD Kota Bima Tahun 2007 yaitu sebesar 5 milyar rupiah. Sesuai dengan kemampuan anggaran daerah, pembangunan kantor ini akan dilakukan secara bertahap, dengan jangka waktu yang belum dapat dipastikan hingga berapa tahun kedepan, namun untuk tahap pertama dipastikan akan memakan waktu kurang lebih satu tahun. Hari Kamis, 31 Januari 2008, menjadi hari yang bersejarah dalam perjalanan panjang Kota Bima, bukan hanya bagi kalangan pemerintahan, melainkan juga bagi seluruh masyarakat Kota Bima, karena pada hari tersebut dilaksanakan acara peletakan batu pertama pembangunan kantor baru Walikota Bima yang berlokasi di sebelah timur kantor Bupati Bima. Acara yang digelar dari pukul 08.00 – 11.30 WITA tersebut berlangsung meriah. Dihadiri oleh ribuan undangan, yang terdiri dari PNS lingkup Kota Bima, tokoh agama, tokoh masyarakat, kelompok tani, paguyuban dari berbagai daerah, wartawan, LSM, kepolisian, serta berbagai ikatan profesi lain, acara diisi dengan beberapa atraksi kesenian tradisional, seperti kecimol dari Lombok, tari penyambutan tamu dari Bali, drama dari kelompok waria, maupun berbagai pertunjukan dan musik tradisional khas Bima. Dalam sambutannya, Walikota Bima, Nur Latif, menyampaikan ucapan syukur dan terima kasih, serta menceritakan jalan panjang yang harus ditempuh untuk mewujudkan pembangunan kantor baru ini. Ide awal untuk mendirikan kantor baru di lokasi ini diakuinya muncul secara spontan kurang lebih enam tahun lalu, ketika dirinya beserta jajaran Muspida Kota Bima meninjau lokasi ini. Duduk santai di bawah pohon mangga sambil minum kopi dan makan pisang goreng, tercetuslah pemikiran bahwa tempat ini merupakan lokasi yang tepat. “Begitu spontannya ide ini muncul, kami pada saat itu langsung membuat semacam kesepakatan di atas kertas pembungkus rokok”, ucap Walikota. Setelah pembangunan tahap pertama rampung, proses pembangunannya sempat terhenti beberapa saat. Ini dikarenakan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah terbentur masalah regulasi dan terjadi tarik ulur secara prosedural. Kemandekan ini sempat mengundang kekecewaan dari orang nomor satu di Kota Bima. Dalam salah satu kesempatan, Walikota mengungkapkan keprihatinannya dengan nada cukup keras. Setelah melalui proses pembenahan sistem administrasi yang cukup panjang, kegiatan pembangunan dapat kembali dilanjutkan. Untuk pelaksanaan pembangunan tahap kedua, kembali dilakukan tender pada tanggal 26 November hingga 19 Desember 2007. Seperti pada tender tahap pertama, ada lima rekanan yang melakukan penawaran, dan kembali dimenangkan oleh PT Jaya Etika Teknik dengan masa pelaksanaan dari tanggal 19 Desember 2007 hingga 19 Juni 2008. Pagu dana untuk pembangunan tahap kedua ini juga sebesar 5 milyar rupiah. Setelah tahap kedua selesai, pembangunan kembali dilanjutkan untuk menuntaskan bangunan utama, dengan waktu pelaksanaan bulan Maret hingga Agustus 2009, tepatnya tanggal 17 Agustus, bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-64. Untuk tahap lanjutan ini pagu dananya sebesar 10,5 milyar rupiah. Walikota serta para pejabat teras Pemerintah Kota Bima beberapa kali melakukan peninjauan untuk melihat sejauh mana proses pembangunan telah dilaksanakan. Minggu ketiga bulan Mei 2009, tahap pembangunan Kantor Walikota telah memasuki tahap pemasangan kubah. Tahapan ini merupakan salah satu tahapan yang paling sulit karena memerlukan perencanaan dan perhitungan konstruksi yang cermat dan matang. Hari Sabtu, 23 Mei 2009, Walikota didampingi jajaran Pemerintah Kota Bima, melakukan peninjauan untuk melihat secara langsung kegiatan pembangunan. Selama peninjauan, Walikota didampingi oleh Pimpinan Proyek yang memberikan penjelasan mengenai tata letak ruangan. Walikota juga melihat dan mencermati gambar rancangan bangunan yang ditunjukkan oleh Pimpinan Proyek. Salah satu kebutuhan yang tidak dapat terakomodir secara optimal pada bangunan kantor yang lama adalah kebutuhan akan keberadaan ruang pers atau pressroom. Hal ini disadari betul oleh Walikota, sehingga dalam perencanaan pembangunan kantor baru ini, ruang pers merupakan salah satu bagian yang paling diperhatikan. Selanjutnya, Pimpinan Proyek menunjukkan ruangan kerja untuk bagian-bagian lingkup Sekretariat Daerah. Bagian kubah pada bangunan kantor baru ini merupakan elemen yang khas, yang memberikan warna tersendiri pada arsitektur bangunan. Karena alasan tersebut, Walikota merasa perlu untuk naik ke puncak gedung dan mengamati konstruksi kubah dari dekat. Pada kesempatan itu pula, Walikota menyempatkan diri berdialog dengan para pekerja proyek. Peninjauan selanjutnya beralih ke areal sekitar bangunan utama, yaitu melihat pemasangan tiang, saluran air, maupun pipa-pipa. Walikota bahkan sempat mengecek kualitas dan kondisi material yang digunakan. Setelah berlangsung selama kurang lebih dua jam, kegiatan peninjauan tersebut berakhir. Selasa, 26 Mei 2009, disela acara kunjungan kerjanya ke Kota Bima, Gubernur NTB, TGH Zainul Majdi, berkesempatan melihat kegiatan pembangunan Kantor Walikota. Beliau menyampaikan kebanggaan dan penghargaannya, karena dalam usianya yang relatif muda, Pemerintah Daerah Kota Bima telah berhasil mewujudkan mega proyek, membangun sebuah kantor pemerintahan yang megah. Pembangunan tahap berikutnya, atau tahap ketiga, direncanakan akan dimulai pada April 2010 untuk menuntaskan bangunan tambahan. Setelah melalui perjalanan panjang dan berliku, Kota Bima akhirnya dapat memiliki sebuah kantor pemerintahan yang megah dan dapat menjadi maskot daerah, yang diharapkan akan mampu menunjang peningkatan kinerja Pemerintah Daerah dalam menjalankan tiga fungsinya, yaitu fungsi pemerintahan, fungsi pembangunan, dan fungsi pelayanan masyarakat.
Baca Selengkapnya...

MENUMPAS BUDAYA NGOHO (Penebangan Liar)


SEBELUM tahun 2000, bila lewat daerah Ncai Kapenta, pengendara tidak bisa melihat tanjakan dan jalan berliku dari kejauhan karena pandangan terhalang dahan pohon kayu rindang dedaunan seolah memayungi jalan raya. Sekarang dalam jarak ratusan meter tampak jelas jurang dan jalan berkelok

Ngoho atau berladang berpindah di Pulau Sumbawa (Kabupaten Sumbawa, Dompu, dan Bima) dilakukan saat pergantian musim kemarau dan musim hujan tiap tahun. Penduduk yang karena terbatasnya lahan garapan pribadi (rata-rata 0,30 ha per kepala keluarga) dan sumber penghasilan, lalu masuk hutan merambah kayu seraya menggarap lahan. Biar gampang dan irit tenaga, mereka membakar semak belukar bahkan dilakukan secara terang-terangan di areal yang berdekatan dengan jalan raya dalam jangkauan pantauan petugas.
Asap pembakaran yang membubung tinggi ke angkasa selain menjadi pemandangan rutin bagi pengguna jalan raya di siang hari, atau bara api yang merambat bagai aliran lahar gunung meletus bila dilihat dari kejauhan di malam hari, ibarat cerita bersambung di pulau itu. Bentuk bentang alam daerah Bima juga menjadi alasan aktivitas ngoho.
Oleh para peladang, lahan bertadah hujan itu ditanami padi gogo dan palawija (kacang hijau, kedelai). Mereka terkadang menginap secara bergiliran, dan membuat pondokan agar bisa mengawasi tanaman dari serangan babi, kera, dan lainnya. Karena tinggal relatif lama, mereka biasanya meminjam uang untuk membeli bahan makanan atau bekal menginap. Uang itu mereka ganti seusai panen.
Lahan itu hanya diolah dua-tiga tahun, itulah masa paling lama unsur hara mampu menyuburkan tanah. Mereka kemudian mencari lahan lain: tebang kayu hutan lagi, bakar semak belukar lagi. Tetapi, secara ekonomis hasil panen dinilai impas malah tidak sebanding dengan biaya pengerjaan lahan, untuk membayar utang, dan tenaga yang terkuras. Sementara itu, aktivitas perladangan telah menjadikan permukaan tanah kian menipis, menyisakan batu cadas karena terus dihantam air di musim hujan.
Kebiasaan para peladang berpindah lokasi bercocok tanam itu hanya mencari gampangnya. Sebenarnya, nenek moyang masyarakat Bima mengajarkan kearifan mengeksplorasi alam tanpa meninggalkan aspek konservasi.
Misalnya tradisi ndeca weharima atau gotong-royong membajak dan menanami sawah dan ladang secara bergiliran antarpemilik. Kemudian tradisi kuta nae atau membuat pagar pembatas desa, yang berupa batu bersusun (wadu udu) sebagai tanda daerah teritorial desa.
Pola bertani ladang berpindah memang dikenal di sana, namun untuk itu diberlakukan aturan ketat dan jelas bagi pelanggarnya. Kawasan wuba ntua (hutan lindung) adalah wilayah yang tidak bisa diganggu-gugat karena sebagai sumber air. Lokasi itu berjarak puluhan kilometer dari lahan garapan. Masa pengelolaan lahan di luar wuba ntua selama tiga tahun kemudian pindah ke lokasi lain.
Kepindahan itu diikuti penanaman buah-buahan dan tanaman konservasi. Enam tahun kemudian mereka kembali menggarap lahan lama, sedangkan tanaman sebelumnya sudah membesar dan berproduksi. Sekarang, hutan dibabat habis, ditinggal, babat lagi. Makanya, jangan heran kalau lihat dari ujung barat ke ujung timur Pulau Sumbawa tidak ada hutan. Yang ada tanaman liar, semak belukar yang meranggas dibakar matahari, panasnya bukan main. Bisa-bisa pulau ini nanti tenggelam, penduduknya bakal berumah di atas batu.
Salah satu upaya Pemerintah, masyarakat ditugasi juga melakukan pemantauan, selain melakukan bakti sosial menghijaukan kawasan dengan tanaman mangga, nangka maupun tanaman konservasi, yang bibitnya tanaman disediakan Pemerintah. Pihak TNI pun diserahi kawasan yang parah untuk dipulihkan dan dihijaukan.
Agaknya, menekan aktivitas perladangan berpindah harus menjadi gerakan massal, penegakan hukum kepada siapa pun, tanpa pandang bulu

Baca Selengkapnya...

KOMITMEN BERSAMA PEMPROV-PEMKOT: MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN


Beberapa tahun belakangan ini, kita berturut – turut dikagetkan dengan krisis pangan dunia, krisis energi dan terakhir adalah krisis keuangan global, yang mengakibatkan nilai tukar rupiah terpuruk kelevel sangat rendah terhadap dolar.

Krisis pangan dunia ditandai dengan berfluktuasinya harga pangan di pasar dunia, bahkan beberapa komoditi pangan pokok dan strategis seperti minyak goreng, terigu, gandum, kedelai bahkan beras sempat mengalami kelangkaan stok dan harganya sangat tinggi.
Krisis pangan tersebut mengindikasikan bahwa cadangan pangan dan pertanian dalam arti luas telah mengalami gangguan. disatu sisi kebutuhan pangan dari tahun ketahun terus meningkat, seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk serta peningkatan kebutuhan bahan baku industri, sedangkan disisi lain produksi bahan pangan dan lahan pertanian kita justru semakin menyempit.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian, setiap tahun rata – rata terjadi degradasi atau pengalihan fungsi lahan pertanian untuk kepentingan lain sekitar 2-4% setiap tahun.
Jika luas areal persawahan di NTB saat ini sekitar 350 ribu hektar, maka setiap tahun akan menyusut sekitar 14 ribu hektar. Kondisi ini tentu sangat menghawatirkan, karena hal ini selain mengancam kelestarian potensi pertanian sebagai penyangga utama ketahanan pangan masyarakat, juga berpotensi menimbulkan gangguan ekosistem lingkungan/perubahan lingkungan.
Itulah sebabnya, pengembangan sektor pertanian menjadi salah satu perhatian utama Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kota Bima, yang diorientasikan pada pencarian inovasi baru teknologi pertanian untuk mengoptimalkan hasil walaupun dengan lahan yang minimal, yang pada akhirnya akan mewujudkan kondisi ketahanan pangan.
Pada prinsipnya, upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam negeri dan ketahanan pangan lokal, harus dilakukan denagn memaksimalkan sumberdaya alam (bukan hanya potensi daratan, tetapi juga lautan), menekankan efisiensi dalam penggunaan air dan energi, kelestarian lingkungan serta keseimbangan ekologi.
Kata kuncinya adalah revitalisasi sektor pertanian. Artinya bahwa pembangunan pertanian harus dijadikan prioiritas dan ujung tombak dalam mewujudkan prioritas dan ujung tombak dalam mewujudkan ketahanan pangan masyarakat, perekonomian, penanggulangan kemiskinan, penciptaan lapangan pekerjaan, yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya di pedesaan.
Oleh karena itu, program pembangunan pertanian, tidak boleh hanya terfokus pada upaya eksploitasi sumber daya pertanian didarat saja, tetapi juga pertanian laut dan pemanfaatan potensi perairan serta perikanan lainnya.
Demikian juga komoditi pangan yang yang dikembangkan hendaknya tidak terfokus hanya pada satu jenis komoditi saja, seperti padi atau palawija saja, tetapi juga perlu diversifikasi pangan dengan melihat kesesuaian lahan denagan komoditi yang dikembangkan, serta kebutuhan dan daya saing pasar (berorientasi pasar dan agribisnis).
Untuk itu, pola konsumsi masyarakat kita cenderung sangat tergantung pada beras, sedangkan komoditi lain seperti ikan dan daging, kurang digemari, sehingga pola konsumsi seperti itu, mengakibatkan munculnya kasus gizi buruk, busung lapar dan kasus kesehatan lainnya.
Sebagai gambaran tingkat konsumsi beras masyarakat NTB terbilang cukup tinggi, yaitu mencapai 556.777 ton pertahun.
Untuk mewujudkan kondisi masyarakat yang memiliki ketahanan pangan, Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kota Bima merumuskan komitmen bersama yang mencakup:
5. penguatan program untuk ketahanan pangan, misalnya program lumbung pangan.
6. keterlanjutan dan sinergisitas program antara pemprov, pemkot dan berbagai stakelholder terkait, sehingga program ketahanan pangan akan berjalan optimal.
7. upaya terus menerus untuk menggerakkan masyarakat, terutama dalam diversifikasi pangan non beras, sehingga tingkat ketergantungan terhadap bahan pangan dari beras dapat diminimalkan.
8. menghidupkan kembali program pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pemanfaatan pekarangan rumah sumber bahan pangan dan gizi keluarga.
Baca Selengkapnya...